pada
Pasien Post.Op Herniatomi
Hernia merupakan penonjolan bagian
organ atau jaringan melalui lubang abnormal (Dorland,1998:504)
Hernia adalah penonjolan suatu organ
atau struktur organ di tempatnya yang nornal melalui sebuah defek kongenital
atau yang didapat (Masjoer,2000)
Hernia adalah penonjolan abnormal
suatu organ atau sebagian dari organ melalui lubang pada struktur di
sekitarnya.
Terdapat
klasifikasi hernia diantaranya :
a. Macam
– macam hernia menurut letaknya
ü Ingunalis
Terbagi menjadi 2 yaitu indirek /
lateralis dan direk/ medialis.
ü Femoralis
ü Umbilikal
b. Macam
– macam hernia menurut sifatnya
ü Reponibel
/ reducible
ü Ireponible
ü Strangulate
/ inkarserata
Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hernia, diantaranya yaitu :
1.
Timbul karena lubang
embrional yang tidak menutup atau melebar akibat tekanan rongga perut yangh
meninggi.
2.
Cacat bawaan.
3.
Genetik
4.
Proses penuaan. Pada
lansia jaringan penyangga makin melemah, lansia lebih cenderung menderita
hernia inguinal direkta.
5.
Aktivitas fisik berat.
Pekerjaan berat yang dilakukan dalam jangka lama juga dapat melemahkan dinding
perut (Oswani, 2000 : 217).
Hernia
mengembang ketika intra abdominal mengalami pertumbuhan tekanan seperti tekanan
saat mengangkat sesuatu yang berat, pada saat BAB, atau batuk yang kuat atau
bersin dan perpindahan bagian usus ke bagian otot abdominal. Tekanan yang
berlebihan pada daerah abdominal itu tentu saja akan menyebabkan suatu
kelemahan mungkin disebabkan dinding abdominal yang tipis atu tidak cukup
kuatnya pada daerah tersebut dimana kondisi itu ada sejak atau terjadi dari
proses perkembangan yang cukup lama, pembedahan abdominal, kemudian terjadi
hernia. Karena organ – organ selalu saja melakukan pekerjaan yang berat dan
berlangsung dalam waktu yang cukup lama, sehingga terjadilah penonjolan yang
mengakibatkan kerusakan yang sangat parah. Sehingga akhirnya menyebabkan
kantung yang terdapat dalam perut menjadi atau mengalami kelemahan jika suplai
darah terganggu maka berbahaya dan dapat menyebabkan ganggren.
Tanda – tanda
klinis apabila terjadi hernia diantaranya :
1.
Adanya benjolan keluar
atau masuk yang keras.
2.
Adanya rasa nyeri pada
daerah benjolan.
3.
Terdapat gejala mual
dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4.
Terdapat keluhan
kencing berupa disuria pada hernia femoralis yang berisi kandung kencing.
Penanganan yang
dapat dilakukan untuk mengatasi hernia diantaranya :
1.
Secara konservatif
(non-operatif)
a. Reposisi
hernia, hernia dikembalikan pada tempat semula bisa langsung dengan tangan.
b. Penggunaan
alat penyangga dapat dipakai sebagai pengelolaan sementara, misalnya pemakaian
korset.
2.
Secara operatif
a. Hernioplasty,
yaitu memindahkan fasia pada dinding perut yang lemah,ini sering dilakukan pada
anak – anak.
b. Hernioraphy,
pada bedah elektif kanalis dibuka, isi hernia dimasukkan, kantong diikat dan
dilakukan bainy plasty atau teknik yang lain untuk memperkuat dinding belakang
kanalis inguinalis. Ini sering dilakukan pada orang dewasa.
c. Herniotomy,
seluruh hernia dipotong dan diangkat lalu dibuang. Ini dilakukan pada klien
dengan hernia yang sudah nekrosis.
Kasus :
Terdapat
seorang klien yaitu Tn. IR dengan usia 45 tahun yang pada hari Jum’at, 15 Maret
2013 pukul 23:20 WIB datang ke rumah sakit dengan keluhan terdapat benjolan
keras keluar disekitar genetalia yang terasa nyeri. Klien juga mengeluh mual,
pusing dan akralnya hangat. Klien datang diterima di IGD dan setelah dilakukan
pemeriksaan klien disarankan untuk operasi Herniotomy. Setelah mendapat
persetujuan tindakan dari keluarga klien, maka klien langsung dibawa ke ruang
operasi dari IGD. Berdasarkan informasi dari keluarga, tidak ada riwayat hernia
di dalam keluarganya.
Setelah
tindakan operasi herniatomy, klien rawat inap di ruang Bedah. Di ruang Bedah
dilakukan pemeriksaan pasca operasi. Berdasarkan hasil pemeriksaan, klien
mengalami gangguan rasa aman dan nyaman (nyeri) berhubungan dengan
diskontinuitas jaringan akibat tindakan operasi.
Kemudian dilakukan kolaborasi
penatalaksanaan dengan Dokter untuk memberikan terapi diantaranya pemberian
obat injeksi IV berupa :
a.
Cefoperazone, 3 x 1
b.
Ketorolac 30, 3 x 30mg
c.
Ranitidine, 2 x 1
Keterangan :
Kemasan : Ketorolac 30 mg injeksi
Reg.No :
GKL0808514843B1
Farmakodinamik :Ketorolac
tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini merupakan obat
anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang lemah dan
anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin dan
dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai
efek terhadap reseptor opiat.
Indikasi :
Penatalaksaaan jangka pendek terhadap nyeri akut, sedang sampai berat setelah
prosedur bedah. Durasi total ketorolac tidak boleh lebih dari 5 hari. Ketorolac
secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti ke
analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi Ketorolac tidak lebih
dari 5 hari. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah
obstetri atau untuk analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang
kuat mengenai hal ini dan karena diketahui mempunyai efek penghambat
biosintesis prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.
Kontraindikasi :
- Pasien yang sebelumnya telah mengalami alergi dengan obat ini karena ada kemungkinan sensitivitas silang.
-
Pasien yang menunjukkan
manisfestasi alergi serius akibat pemberian Asetosal atau obat anti-inflamasi
nonsteroid lain.
-
Pasien yang menderita
ulkus peptikum aktif.
-
Penyakit
serebrovaskular yang dicurigai maupun yang sudah pasti.
-
Diatesis hemoragik
termasuk gangguan koagulasi.
-
Sindrom polip nasal
lengkap atau parsial, angiodema atau bronkospasme.
-
Terapi bersamaan dengan
ASA dan NSAID lain.
-
Hipovolemia akibat
dehidrasi atau sebab lain.
-
Gangguan ginjal derajat
sedang sampai berat (kreatinin serum >160 mmol/L)
-
Riwayat asma.
-
Pasien pasca operasi
dengan resiko tinggi terjadi perdarahan atau hemostatis inkomplit, pasien
dengan anti-koagulan termasuk Heparin dosis rendah (2500 – 5000 unit setiap 12
jam)
-
Terapi bersamaan dengan
Ospentyfiline, Probenecid atau garam lithium.
-
Selama kehamilan,
persalinan, melahirkan atau laktasi.
-
Anak < 16 tahun.
-
Pasien yang mempunyai
riwayat sindrom Steven-Jonhson atau ruam vesikulobulosa.
-
Pemberian neuraksial
(epidural atau intratekal).
-
Pemberian profilaksis
sebelum bedah mayor atau intra-operatif jika hemostatis benar – benar
dibutuhkan karena tingginya resiko perdarahan.
Dosis : Dosis
awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 10 – 30 mg tiap 4 –
6 jam bila diperlukan. Harus diberikan dosis efektif terendah. Dosis harian
total tidak boleh lebih dari 90mg untuk orang dewasa dan 60 mg untuk orang
lanjut usia, pasien gangguan ginjal dan pasien yang BB nya kurang dari 50 kg.
Lamanya terapi tidak boleh lebih dari
hari. Pada seluruh populasi, gunakan dosis efektif terendah dan
sesingkat mungkin. Untuk pasien yang diberi Ketorolac ampul, dosis harian total
kombinasi tidak boleh lebih dari 90mg
(60mg untuk pasien lansia, gangguan ginjal dan pasien yang berat badannya
kurang dari 50kg).
Efek samping : Gangguan saluran cerna
seperti diare, dispepsia, nyeri gastrointestinal, nausea. Gangguan susunan
saraf pusat seperti sakit kepala, pusing, mengantuk dan berkeringat.(insiden
antara 1 – 9 %)
Peringatan : - Seperti obat analgesik anti-inflamasi nonsteroid
lainnya, Ketorolac dapat menyebabkan iritasi, ulkus, perforasi atau perdarahan
gastrointestinal dengan atau tanpa gejala sebelumnya dan harus diberikan dengan
pengawasan ketat pada pasien yang mempunyai riwayat penyakit saluran
gastrointestinal. Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan selama kehamilan,
persalinan, kelahiran, dan pada ibu menyusui.
-
Penggunaan obat dengan
aktivitas nefrotoksik harus dihindari bila sedang memakai Ketorolac misalnmya
antibiotik aminoglikosida.
-
Untuk pasien gangguan
ginjal ringan, fungsi ginjal harus dipantau pada pasien yang diberi lebih dari
dosis tunggal IM, terutama pada pasien lansia.
-
Efek hematologis
ketorolac menghambat agregasi trombosit dan dapat memperpanjang waktu perdarahan.
Pasien dengan gangguan koagulasi atau yang sedang diberi terapi obat yang
mengganggu hemostasis harus diawasi benar – benar saat diberikan ketorolac.
Penyimpanan : Simpan pada suhu di bawah 300C, dilindungi
dari cahaya.
Dengan
diberikannya terapi obat tersebut diharapkan gangguan rasa aman dan nyaman
(nyeri) pada klien sehubungan dengan diskontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi dapat berkurang atau bahkan hilang.
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam klien mengatakan nyerinya berkurang
dan tingkat ketergantungannya sudah mandiri. Oleh karena itu pada Selasa, 19
Maret 2013 klien diperbolahkan pulang dalam keadaan sembuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar