Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah
HIPOSPADIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “HIPOSPADIA”
Tidak lupa penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada :
1. Lina Ratnawati, S.ST, selaku
dosen pembimbing kami
2.Teman teman yang sudah berpartisipasi dalam penyusunan makalah
ini
Makalah
ini disusun guna memberikan informasi kepada para mahasiswa tentang “HIPOSPADIA” serta guna memenuhi tugas yang telah dibebankan.
Kami menyadari bahwa dalam Makalah ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan Makalah ini sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga Makalah ini berguna bagi kita semua.
Kediri, November 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL .............................................................................................. i
KATA
PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ......................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang.................................................................................. ...... 1
B.Rumusan
Masalah.................................................................................... 1
C.Tujuan
Penulis.......................................................................................... 2
D.Batasan Masalah
................................................................................ 2
E.Metode Penulisan
.............................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN
A.Definisi Hipospadia................................................................................. 3
B.Etiologi..................................................................................................... 4
C.Klasifikasi................................................................................................. 5
D.Patofisiologi ...................................................................................... 7
E.Insiden Hipospadia
........................................................................... 7
F.Tanda dan Gejala Hipospadia
...........................................................
7
G.Diagnosis
.......................................................................................... 8
H.Penatalaksanaan
................................................................................ 9
BAB
III PENUTUP
A.Kesimpulan............................................................................................ 12
B.Saran....................................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA
Bab
I
Pendahuluan
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hipospadia
merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari
uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga
glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum.
Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakinmengalami pemendekan
dan membentuk kurvatur yang disebut “chordee’’.
Ahli bedah
dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama yang melakukan
penanggulangan untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian penis distal
dari meatus. Selanjutnya cara ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400. Kemudian Duplay
memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 dengan memperkenalkan
secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik telah
dibuat dan sebagian besar merupakan multi-stage reconstruction, yang
terdiri dari first emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum, kemudian pada
third stage yaitu urethroplasty.
Beberapa
masalah yang berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu membutuhkan
operasi yang multiple, sering terjadi meatus tidak mencapai ujung glands penis.
Sering terjadi striktur atau fistel uretra, dan dari segi estetika dianggap
kurang baik. Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one- stage repair untuk mengurangi komplikasi dari teknik multi-stage
repair . Cara ini dianggap sebagai rekonstruksi uretra yang ideal dari
segi anatomi danfungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih baik,
komplikasi minimal, dan mengurangi social
cost.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
definisi hipospadia?
2. Apa
sajakah penyebab-penyebab hipospadia?
3. Apa
sajakah klasifikasi hipospadia?
4. Bagaimana
patofisiologi hipospadia ?
5. Bagaimana
insiden hipospadia ?
6. Apa
sajakah tanda dan gejala hipospadia ?
7. Bagaimana
diagnosis hipospadia ?
8. Bagaimana
penatalaksanaan hipospadia ?
C. Tujuan Penulis
Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk mengetahui, memahami dan mempelajari serta dapat
menjelaskan pengertian hipospadia, etiologi, klasifikasi, patofisologi, insiden, tanda dan gejala, diagnosis,
serta pentalaksanaan
hipospadia.
D. Batasan Masalah
Adapun batasan-batasan dalam pembuatan makalah ini adalah hanya menjelaskan tentang pengertian hipospadia, etiologi, klasifikasi,
patofisologi, insiden, tanda dan gejala, diagnosis, serta pentalaksanaan hipospadia.
E. Metode Penulisan
Adapun
metode penulisan yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah metode studi
pustaka dan metode browsing internet.
Bab
II
Pembahasan
A.
Definisi Hipospadia
Hipospadia
berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon
yang berarti keratan yang panjang dan merupakan salah satu kelainan bawaan pada
anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya. Hipospadia
adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna berada di bagian
permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal
(ujung glanss penis). Dengan kata lain hipospadia merupakan kelainan dimana
lubang uretra berada di bagian bawah dekat pangkal penis. (http://www.bedah-plastik.com/hypospadia.html)
Sebagaian besar anak dengan kelainan
hipospadia memiliki bentuk batang penis yang melengkung. Biasanya di sekitar
lubang kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat (fibrosis) yang
bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat dari samping,
penis tampak melengkung seperti kipas (chordee), secara spesifik jaringan parut
di sekitar muara saluran kencing kemudian disebut chordee. Akan tetapi tidak
setiap hipospadia memiliki chordee.
Seringkali
anak laki-laki dengan hipospadia juga memiliki kelainan berupa testis yang
belum turun sampai kekantung kemaluannya (undescended testis). Hipospadia
merupakan kelainan bawaan yang jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus
hipospadia pada setiap 250-400 kelahiran bayi laki-laki hidup.
Beratnya hipospadia bervariasi,
kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis, yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat
ditengah batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum
(kantung zakar) ataudibawah skrotum. (http://yullcandra.blogspot.com)
B Etiologi
Hipospadia merupakan
hasil dari fusi yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada usia kehamilan pada
minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya tergantung
pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor androgen
oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangansistem endokrin baik faktor-faktor
endogen atau eksogen dapat menyebabkanhipospadia.
Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga telah dilaporkan. Namun,
etiologi hipospadia masih belum diketahui. (Brouwers, 2006).
1. Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron
dan metabolismenya bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional.
Gangguan genetik dalam jalur metabolisme androgen dapat menyebabkan hipospadia.
Meskipun kelainan dalam metabolism androgen dapat menyebabkan hipospadia yang
berat, namun tidak dapat menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang
dan ringan. (Baskin, 2000)
2. Gangguan Endokrin
Salah satu penyebab hipospadia
disebabkan adanya kontaminasi lingkungan, dimana dapat mengintervensi jalur
androgen yang normal dandapat mengganggu sinyal seluler. Hal ini dapat
diketahui dari beberapa bahan yang sering dikonsumsi oleh manusia yang banyak
mengandung aktivitas ekstrogen, seperti pada insektisida yang sering digunakan
untuk tanaman, estrogen alami pada tumbuhan, produk-produk plastik, dan produk
farmasi. Selain itu, banyak bahan logam yang digunakan untuk industry makanan,
bagian dalamnya dilapisi oleh bahan plastic yang mengandung substansi estrogen.
Substansi estrogen juga dapat ditemukan pada air laut dan air segar, namun
jumlahnya hanya sedikit. Ketika estrogen tersebut masuk ke dalam tubuh hewan,
jumlah estrogen paling tinggi berada pada puncak rantai makanan, seperti kain
besar, burung, mamalia laut dan manusia, sehingga menyebabkan kontaminasi
estrogen yang cukup besar. Pada beberapa spesies, kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi
fungsi reproduksi dan kesehatan. Sebagai contoh, terjadi penipisan kulit telur
karena pengaruh estrogen. (Baskin, 2000)
3. Faktor Genetik
Usia ibu saat melahirkan dapat
menjadikan salah satu faktor resiko terjadinya hipospadia. Sebuah langsung
korelasi terlihat antara usia ibu yang tua dapat meningkatkan kejadian
hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk parah dari cacat lahir. (Fisch,
2001)
4. Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang
menjadi penyebab adalah polutan danzat yang bersifat teratogenik yang dapat
mengakibatkan mutasi.
Hipospadia sering disertai kelainan
penyerta yang biasanya terjadi bersamaan pada penderita hipospadia.
Kelainan yang sering menyertai hipospadia adalah :
1. Undescensus testikulorum (tidak
turunnya testis ke skrotum)
2. Hidrokel
3. Mikophalus / mikropenis
4. Interseksualitas.
C. Klasifikasi
Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra
eksternum/meatus :
1. Tipe Sederhana/Tipe
Anterior
Terletak di
anterior yang terdiri dari tipe glandular
dan coronal. Pada tipe ini, meatus teletak pada pangkal glands penis.
Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan tidak memerlukan suatu
tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau meatotomi.
2. Tipe penil/Tipe
Middle
Middle yang
terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini,
meatus terletak antara glands penis dan scrotum. Biasanya disertai dengan
kelainan penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga
penis terlihat melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada
kelainan tipe ini, diperlukan intervensi tindakan bedah secara bertahap,
mengingat kulit di bagian ventral prepusium tidak ada maka sebaiknya pada bayi
tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada dapat berguna untuk
tindakan bedah selanjutnya.
3. Tipe
Posterior
Posterior
yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Pada tipe ini, umunya pertumbuhan penis akan terganggu, kadan disertai dengan
scrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar, dan umumnya testis tidak turun.
D. Patofisiologi
1.
Hipospadia
terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero.
2.
Hipospadia
dimana lubang uretra terletak pada perbatasan penis dan skrotum.
3.
Hipospadia
adalah lubang uretra bermuara pada lubang frenum, sedang lubang frenumnya tidak
terbentuk, tempat normalnya meatus urinarius ditandai pada glans penis sebagai
celah buntu.
E. Insiden
Hipospadia
Hipospadia terjadi kurang lebih pada
1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di Amerika Serikat. Pada beberapa negara
insiden hipospadia semakin meningkat. Laporan saat ini, terdapat peningkatan
kejadian hipospadia pada bayi laki-laki yang lahir premature, kecil untuk usia
kehamilan, dan bayi dengan berat badan rendah. Hipospadia lebih sering terjadi
pada kulit hitam daripada kulit putih, dan pada keturunan Yahudi dan Italia.
F. Tanda
dan Gejala
1.
Lubang penis
tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis
2.
Penis
melengkung ke bawah
3.
Penis tampak
seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis
4.
Jika berkemih,
anak harus duduk
5.
Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang
dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra eksternus
6.
Preputium (kulup) tidak ada dibagian bawah penis,
menumpuk di bagian punggung penis
7.
Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang
mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glands penis, teraba lebih keras
dari jaringan sekitar
8.
Kulit penis bagian bawah sangat tipis
9.
Tunika Dartos, Fasia Buch dan Korpus Spongiosum tidak
ada.
10. Dapat timbul
tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glands penis
11. Chordee
dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok
12. Sering
disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)
13. Kadang
disertai kelainan kongenital pada ginjal.
G. Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya
jelas pada pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis
pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum
kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi
lahir. Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan kesulitan
untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan batang penis
melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual. Hipospadia tipe
perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi dalam posisi duduk,
dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas. Beberapa
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy
untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory
urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital
pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bisa juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia
terdapat di pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk
memeriksa kelainan bawaan lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya
tidak disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan.
Rangkaian pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai
sekolah. Pada saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak
berumur 18 bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam
pelatihan buang air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi
gangguan dalam melakukan hubungan seksual.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipospadia adalah
dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia
adalah:
1.
Membuat
penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
2.
Membentuk
uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis(Uretroplasti).
3.
Untuk
mengembalikan aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik). Pembedahan
dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Pada hipospadia glanular uretra
distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini
dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip
flap, MAGPI [meatal advance and glanulo plasty], termasuk preputium plasty).
Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu
enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa pada usia ini
anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial, dan berbeda dengan
teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya miksi (buang air
seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan jongkok
agar urin tidak merembes ke mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya
jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi
yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus
uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara
lain:
1.
Meluruskan
penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan
pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan
jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah
selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan
memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2.
Uretroplasty. Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak
terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat
fassana ficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan dengan
canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia
adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat
digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk
memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan
melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandungkemih) melalui
lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai
kandung kemih.
Bab
III
Penutup
A. Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis
bagian bawah, bukan di ujung penis.
Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir, terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah
batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar)
atau di bawah skrotum.
Ada 3 tipe
hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/meatus yaitu tipe
sederhana/tipe anterior, tipe penil/tipe middle, dan tipe posterior.
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa faktor yang oleh
para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain gangguan dan ketidakseimbangan hormone, gangguan metabolisme, genetika, dan lingkungan.
B. Saran
Untuk
mencegah terjadinya hipospadia pada neonatus dari segi faktor lingkungan
pada saat ibu hamil, sebaiknya ibu menghindari atau meminimalisasi paparan
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
DAFTAR PUSTAKA
Hassan,
Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak. (Ed. Ke-1).Jakarta : Infomedika
Hassaan,
Rusepno.(ed).1985.Ilmu Kesehatan Anak.(Ed.Ke-3). Jakarta : Infomedika
Purnomo B.B., Uretra
dan Hipospadia, Dalam Dasar-dasar Urologi, Malang, 2000 :
6,137-138
Sastrasupena
H., Hipospadia, Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara, Jakarta, 1995: 428-435
Sjamsuhidajat
R., Hopospadia, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC, Jakarta: 1997: 1010
Suriadi . Rita,
Yuliani . 2001 . Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta : CV.
Sagung Seto
Wahab, Samik.(ed).
2000. Ilmu Kesehatan Anak.(Ed. Ke-15 vol 2).Jakarta : Buku
Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar